Menjadi pengunjung di tempat baru alias menjadi wisatawan kadang merasakan sensasi yang berbeda dari biasanya. Sensasi ini jika positif, maka syukurlah. Artinya ada tingkat kepuasan yang dicapai setelah mengunjungi obyek wisata. Khusus untuk wisata pantai dan laut, entah itu berupa keindahan alam atau budaya yang ditawarkan dari kegiatan masyarakat pesisir.
Nisa, saat mengunjungi tempat wisata Kampung Blekok Situbondo-Jawa Timur (Jatim) misalnya. Ia menyatakan kepuasan ketika berkunjung ke area wisata mangrove terkenal di Situbondo ini. Ia beralasan bahwa ia bisa menikmati suasana alam pesisir mangrove dan sedikit belajar mengenai aneka satwa yang tinggal di sekitar hutan mangrove, seperti burung blekok. Yakni sejenis burung air yang habitat alaminya di hutan mangrove.
Di kawasan ini mangrove yang mendominasi adalah jenis bakau. Yang mana bakau ini memiliki akar tunjang yang tumbuh di atas permukaan tanah, mencuat dari batang pohon dan menuju permukaan tanah.
Hal ini, terang Nisa, menambah daya tarik pemandangan dari hutan mangrove. Karena menurutnya keunikan inilah yang membedakannya dari jenis batang pohon di daratan. Sementara hutan mangrove termasuk ke dalam ekosistem pesisir yang letaknya lebih dekat kepada perairan laut.
Tidak hanya menonjolkan suasana alami, dengan fasilitas yang sudah disediakan, pengunjung seperti dirinya bisa menikmati sore hingga menunggu matahari terbenam di tempat ini. Nisa asyik memotret pemandangan hutan mangrove sambil menyusuri jalan setapak yang terbuat dari kayu-kayuan. Ia pun duduk si satu pondok yang disediakan pengelola untuk menikmati pemandangan.
Sore itu ia pun tak menyiakan kesempatan. Gradasi warna di langit ketika matahari terbenam ia abadikan dalam kamera smartphone nya. Sekilas ia menikmati kesunyian sore sambil ditemani bunyi burung-burung blekok yang kembali ke sarang masing-masing.
Dan memang pada waktu sore hari juga sering dijadikan waktu bagi pengunjung yang ingin menyaksikan burung-burung blekok kembali ke sarangnya. Sekitar jam 5 sore hingga matahari terbenam menjadi waktu yang pas menyaksikan aktivitas burung liar ini. Setelah di pagi hari burung blekok memulai hari mereka mencari makan dan meninggalkan sarang.
Nisa, yang selama kesehariannya ‘menikmati’ kehidupan kota Jakarta pun memberikan senyum kepuasan. “Senang sesekali menjauh dari ‘hectic’ nya pekerjaan dan menikmati alam. Apalagi di sini masih alami sekali. Masih ada kunang-kunang saya lihat!,” ungkap Nisa menceritakan sedikit pengalaman. Ia pun menikmati kepuasan ketika berwisata di kawasan pesisir ini.
Padahal, menurut salah satu teman Nisa yang tinggal di Situbondo, daerah ini sebelumnya merupakan daerah tak terurus. Cukup kaget Nisa membayangkan bahwa kawasan mangrove ini dulunya penuh dengan sampah dan menjadi tempat pembuangan kotoran hewan ternak. “Dengan begini lebih rapih,” dia berpendapat.
Mengunjungi Pantai Bama Taman Nasional Baluran
Begitupun pengalaman Anggun ketika mengunjungi Taman Nasional Baluran, Situbondo. Di kawasan wisata yang terkenal di Situbondo dan Banyuwangi ini ia menemukan sensasi lain ketika mencapai Pantai Bama yang masih masuk kawasan Taman Nasional Baluran ini. “Di pantai ini begitu banyak monyet. Bahkan ketika kita (Anggun dan teman-temannya) baru sampai pantai, sudah ada monyet yang menunggu. Sensasinya gimana gitu?,” ungkapnya sambil tertawa.
Anggun pun menceritakan pengalaman lucu ketika berfoto-foto di pantai ini. “Teman saya itu lapar dan dia pengen makan jeruk. Otomatis monyet-monyet di sana kan lihat, tahu dia membawa makanan. Maka mendekatlah mereka. Teman saya kan gak mau kalah ya (sambil menahan tawa), langsung dia lahap itu satu jeruk tanpa dimakan per potong. Sampai pipinya kembung gitu. Hahaha,” ia jelaskan sambil tertawa. Lagipula, tambah Anggun, sudah ada aturan di kawasan itu untuk tidak memberi makan satwa di lingkungan Taman Nasional Baluran.
Habitat monyet yang tinggal di sepanjang pantai sebetulnya membawa pengalaman baru bagi Anggun. Ia jadi bisa melihat sedikit kehidupan monyet yang berinteraksi dalam komunitasnya sendiri hingga bagaimana mereka berinteraksi dengan manusia. “Monyet-monyet itu tampak menikmati. Kadang tidak peduli ada manusia di sekitar mereka,” sembari menunjuk monyet berukuran tubuh kecil dam besar yang berkejar-kejaran dan melompat di pohon mangrove sekitar pantai. Bahkan beberapa kali monyet-monyet tersebut melompat ke air kemudian memanjat lagi ke pohon mangrove si atasnya.
Yang tak kalah memukau, lanjutnya, adalah suasana tenang ketika berjalan-jalan ke kawasan mangrove yang ada di pantai tersebut. Kawasan mangrove di pantai ini pun sudah ditata dengan jalan setapak dari kayu-kayuan. Sehingga pengunjung yang datang pun bisa menikmati keindahan hutan mangrove.
Apalagi dengan suasana cerah seperti saat Anggun berkunjung. Dia melihat ada kekontrasan warna birunya langit, serta hijau dan coklatnya kawasan mangrove. Tak ingin melepas kesempatan, Anggun pun berjalan perlahan sambil mengambil gambar mangrove di sekeliling jalan setapak.
Sesekali tampak juga pengunjung lain di belakang Anggun ikut mengambil foto-foto di sekitarnya. Tampak sama menikmati pemandangan hutan mangrove ini. Selepas mengabadikan foto-foto di pondokan hutan mangrove, ia pun kembali pulang dengan senyum ceria.
Mangrove yang biasanya dikaitkan dengan kawasan kumuh dan banyak nyamuk bisa disulap untul menarik pengunjung berwisata. Tak hanya di kedua kawasan wisata ini, di beberapa tempat wisata yang mengandalkan wisata pesisir, wisata mangrove pun turut dikembangkan. Tidak hanya wisata pantai, laut hingga terumbu karang yang dijadikan obyek wisata. Seperti di kawasan Nusa Lembongan Bali dan Kabupaten Bangka Selatan. Ada beberapa wahana untuk pengenalan seperti apa hutan mangrove dan bangku tempat duduk di sekitar mangrove. Harapannya, selain untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung, edukasi betapa pentingnya hutan mangrove pun bisa diketahui pengunjung. Contoh saja jenis burung blekok yang habitatnya di hutan mangrove pun bisa diketahui oleh Nisa, serta keberaadaan satwa monyet yang tinggal di sekitar hutan mangrove.
Yang menjadi kekhawatiran justru adalah sensasi negatif. Sensasi negatif ini tentu patut ditelusuri apa penyebabnya, bisa jadi ada ketidakpuasan ketika mengunjungi suatu obyek wisata.