Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Mahfud MD sebagai Menteri koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan atau Menkopolhukam. Pria bernama lengkap Mohammad Mahfud MD lahir di Sampang, Madura, Jawa Timur pada 13 Mei 1957. Dia selama ini dikenal sebagai pakar hukum tata negara yang pernah berkarir di ranah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, menjadi orang sipil pertama yang menjabat sebagai Menkopolhukam, padahal sebelumnya posisi ini selalu diisi oleh sipil yang berlatar belakang purnawirawan TNI.
Bidang keamanan bukan hal yang baru bagi Mahfud MD, ia pernah Menteri Pertahanan oleh Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur pada periode 2000-2001. Apalagi politik, selain bidang keilmuanya masih berkaitan dengan politik, ia juga pernah terjun ke dunia politik menjadi politisi Partai Kebangkita Bangsa (PKB).

Ada empat tugas penting yang diamanatkan Presiden Jokowi kepada Mahfud MD, di yakni perlindungan hak asasi manusia (HAM). penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan masalah deradikalisasi.
Bicara perlindungan hak asasi, Presiden berpesan agar ke depannya perlindungan HAM harus baik dan untuk kasus pelanggaran HAM masa lalu harus segera diselesaikan sehingga jangan jadi perdebatan terus.
Mahfud pun satu suara apa yang disampaikan Presiden terkait masalah HAM ini. Mahfud ingin kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas segera berakhir. Ia tak mempermasalahkan apakah akan diselesaikan secara yudisial maupun non-yudisial.
“Tidak ada kecenderungan saya (diselesaikan yudisial atau non-yudisial). Itu kan ada 12 kasus. Jadi kecenderungan saya hanya ingin berakhir, yang bisa diakhiri dengan yudisial masuk, yang tidak bisa tutup,” kata Mahfud.
Selanjutnya soal penegakan hukum, Mahfud mengungkapkan Menko Polhukam mengatakan, pada waktu itu Presiden menyatakan persepsi masyarakat tentang penegakan hukum itu indeksnya di bawah 50 persen sehingga beliau meminta agar persepsi tersebut bisa dijawab dengan fakta yang lebih bagus bahwa pemerintah bekerja.

Mahfud juga ingin menghapuskan stigma hukum dapat dijadikan industri. Ini penting agar tidak ada namanya industri hukum yang tujuannya akan bertolak belakang dengan penegakan hukum. “Industri hukum itu adalah proses penegakan hukum dimana orang yang tidak masalah dibuatkan masalah agar berperkara, orang yang tidak salah diatur sedemikian rupa menjadi bersalah, orang yang bersalah diatur sedemikian rupa menjadi tidak bersalah. Itu namanya industri hukum,” ujarnya.
Sementara itu terkait pemberantasan korupsi, Presiden berpesan kepada Mahfud untuk dioptimalkan soal pemberantannya dengan tetap memegang teguh keadilan. Di mata Mahfud, saat ini Indonesia sedang mengalami kemunduran di bidang pemberantasan korupsi jika dilihat secara keseluruhan. Salah satu indikatornya adalah sejumlah vonis terhadap terdakwa kasus korupsi yang dinilai semakin hari semakin ringan. “Kalau Anda melihat secara keseluruhan, itu ya, terjadi kemunduran di bidang penegakan (hukum), pemberantasan korupsi,” tegasnya.
Salah satu terobosan untuk mempertajam pemberantasan korupsi ini, Kemenkopolhukam dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah sepakat memperkuat satu sama lain. Ia mengaku akan mengimbangkan kekuarangan penegak hukum lain untuk membantu KPK. Kita akan dorong KPK akan kuat tetapi juga kita akan imbangi di sini Kejaksaan Agung dan kepolisian yang berada di lingkup Kemenkopolhukam itu termasuk juga saber pungli itu juga akan diperkuat,” kata Mahfud.
Dan yang terakhir soal deradikalisasi, Mahfud menjelaskan jika ingin mencari pengertian deradikalisasi dalam pengertian umum maka ada dua hal, karena bisa positif dan negatif. Dikatakan, radikal itu adalah suatu proses mencari kebenaran secara substantif sampai ke akar-akarnya, itu dari sudut filsafat.

“Tapi bagi hukum kita, radikal itu setiap upaya untuk membongkar sistem yang sudah matang sampai seluruh akarnya dalam kehidupan bernegara dengan cara kekerasan, dengan cara melawan orang lain yang berbeda dengan dia, selalu menganggap musuh orang lain,” kata Menko Polhukam.
Sehingga, lanjutnya, radikal itu ada tiga. Jika dikaitkan dengan agama maka disebut takfiri yakni selalu menganggap orang lain yang berbeda itu kafir. Ia mengatakan, sebenarnya mau bilang kafir tidak apa, artinya dia berkesimpulan orang kafir kan tidak apa juga, tetapi jangan dimusuhi, karena kafir lalu didiskriminasi, selalu diejek dan sebagainya, itu takfiri.
Kedua jihadi yaitu orang yang membunuh, mengebom, dan itu radikal. Dan ketiga ideologis, pemikiran yang selalu bergerak sehingga harus diganti.