Dalam satu dekade ini salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Gunungkidul popular di telinga wisatwan domestik. Wisata alam berupa sungai bawah tanah dan berbagai bentuk goa, serta air terjun yang menawan menghiasi pesona Gunungkidul. Tak hanya itu, jejeran pantai menjadi magnet utama untuk menarik wisatawan domestik ataupun mancanegara.
Siapa sangka Daerah Seribu Goa yang dulunya tandus dan gersang kini menjelma menjadi daerah yang paling diburu wisatawan. Bagi para petualang pecinta sejarah dan keindahan alam, Gunungkidul merupakan tempat yang epic untuk menghabiskan waktu liburan di Jogja.
Liburan lebaran lalu menjadi rutinitas saya menapakkan kaki di Gunungkidul untuk bersilaturahmi ke orangtua. Udara dingin tak seperti biasanya terasa ngilu hingga ke tulang. Sebuah anugerah memiliki kampung halaman yang menjadi destinasi wisata nomor satu di Kota Pelajar.
Si Cantik Pok Tunggal
Jalanan mulus dan embun menemani perjalanan saya pagi itu. Sinar matahair masih mengintip dari selah-selah ranting pohon. Pesisir pantai menjadi tujuan pertama mengawali petualangan saya di Gunungkidul.
Hanya memakan waktu satu jam saya tiba di daerah pesisir. Waktu masih menunjukkan pukul 06.00 tetapi antrian kendaraan sudah mengular sepanjang 1 km. “Mengambil jalur pintas,” pikir saya. Hanya berjarak 50 meter saya banting stir ke arah kiri, jalan sempit dan berkelok, waktu tempuh pun lebih jauh. Saya bergerak pelan sepanjang jalan 2 kilometer. Sekejap adrenalin berdesir ketika melewati karang terjal di atas kepala.
Lepas dari perjalanan yang mendebarkan, sebuah pemandangan cantik tersaji di depan mata. Hamparan pasir putih dengan hempasan ombak biru menjadi penawar rasa takut. Terlihat hanya beberapa wisatawan asyik bermain di bibir pantai sambil selfie di depan kamera. Sebatang pohon Duras tumbuh rindang mempercantik Pantai Pok Tunggal.
Namun pesona yang sesungguhnya dari Pok Tunggal adalah barisan tebing karang yang berdiri gagah bagaikan benteng yang melindungi pantai ini dari dunia luar. Tebing-tebing yang tegak lurus seperti dinding karang setinggi 50-an meter ini sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai arena olahraga panjat tebing. Tentu saja butuh nyali dan keterampilan luar biasa untuk memanjat tebing ini karena hingga kini belum ada jalur pemanjatan (Sept 2012). Semoga tak lama lagi ada pemanjat yang menaklukkan tebing ini dan membuka jalurnya.
Di tebing-tebing karang pantai ini masih terdapat primata liar. Ketika saya berkunjung, terlihat kawanan monyet liar melompat dari balik tebing di sebelah timur. Anehnya di pantai ini juga terdapat mata air tawar, kemungkinan besar berasal dari aliran sungai bawah tanah khas daerah karst. Sumber air itulah yang memenuhi kebutuhan warung-warung makan dan kamar mandi umum hasil swadaya masyarakat setempat.
Menikmati keindahan Pantai Pok Tunggal takkan lengkap bila tidak meluangkan waktu sejenak untuk menunggu matahari tenggelam di balik cakrawala. Saya bahkan bertemu dengan rombongan bule yang menggendong ransel besar, sepertinya mereka akan berkemah di pantai ini. Asyik juga bermalam di tenda sambil menikmati hembusan angin pantai serta deburan ombak setelah menikmati lembayung senja. Bila tidak membawa tenda, kita bisa menyewa tenda dome pada penduduk setempat. Namun bila memutuskan untuk pulang malam, Anda harus ekstra hati-hati. Jalan sempit dan berbatu itu sekali lagi menantang nyali karena belum dilengkapi lampu penerang sama sekali.
Liukan Kalisuci
Ke Gunungkidul gak afdol rasanya kalau gak menjelajah goa. Makanya, selepas dari pantai saya memutuskan menguji adrenalin di Kalisuci, sebuah sungai di dalam goa. Lokasinya tidak jauh dari Pantai Pok Tunggal, hanya sekitar 40 menit sampai Kalisuci.
Keelokan alam yang dimiliki Goa Kalisuci ini tak kalah indahnya dengan Goa Pindul yang juga merupakan tempat wisata minat khusus di Jogja. Sungai yang mengalir didalam goa cukup panjang, sekitar 600 meter serta memiliki karakteristik jeram yang berbeda-beda.
Sebelum memulai cave tubing, saya diberi pengarahan terlebih dahulu oleh pemandu yang telah terlatih. Setelah itu, diarahkan menuju mulut goa dan harus berjalan dari basecamp. Petualangan pun dimulai, saya dibawa menuju ke mulut Goa Kalisuci. Suasana yang tadinya terang, berubah menjadi gelap gulita. Hanya lampu dari headlamp yang dapat diandalkan untuk menyusuri lorong goa tersebut.
Saya disuguhkan dengan keindahan stalaktit dan stalakmit yang menghiasi goa. Pemandangan dilorong goa sangat luar biasa, panorama alam yang terjadi dari fenomena geologis berjuta-juta tahun lalu ini sangat sayang untuk dilewatkan.
Tak jarang saya melihat air yang menetes dari stalaktit di atap goa. Beberapa cuitan kelelawar, serta kemolekan ikan yang berenang di air sungai seolah menambah cantiknya Goa Kalisuci. Nuansa di dalam relung goa sangat sejuk, aliran air sungai yang tenang juga menambah rasa tentram dan damai.
Setelah melewati lorong goa, saya dibawa mengarungi sungai di alam terbuka. Suasana yang berbeda akan sangat terasa kala wisatawan menaiki ban menembus jeram sungai yang cukup menantang. Sungai ini memiliki kedalaman yang beragam, antara 1 meter hingga 3 meter. Jeramnya pun cukup unik dan berbeda-beda, kadang tenang dan terkadang cukup ekstrim.
Saya merasakan betapa serunya mengarungi rintangan-rintangan yang ada pada arus sungai. Tak hanya itu, pada sisi kiri dan kanan sungain dimanjakan panorama alam yang masih asri. Deretan pepohonan hijau, serta tebing-tebing karst kokoh nan menjulang akan tersaji untuk dinikmati keindahannya.
Hanya dengan membayar tiket masuk sebesar Rp. 75.000,- saya bisa menikmati keindahan alam di perut Goa. Selain itu, di basecamp juga disediakan teh manis hangat dan mie instant.
(Pramita Hendra)
Makanan Khas
Ke Gunungkidul rasanya belum lengkap tanpa mencicipi makanan khasnya. Menjelang senja, sebelum matahari kembali ke peraduannya, saya mencicip beberapa makanan khas Gunung kidul.
Berikut ini adalah makanan khas Gunung kidul yang berhasil saya rangkum:
Gatot Gunungkidul
Gatot merupakan makanan khas Gunungkidul yang terbuat dari Geplek atau singkong yang kemudian dikeringkan. Singkong yang sudah dikupas kemudian dikeringkan sehingga menjadi geplek. Untuk membuat gatot yang istimewa, maka singkong yang dipilih harus bekualitas baik.
Setelah proses pengeringan singkong kemudian dipotong kecil-kecil dan dikukus selama 2 jam. Agar tambah nikmat gatot biasanya ditaburi parutan kelapa atau garam di atasnya.
Sayur Lombok Ijo
Sayuran berkuah dengan kuah santan yang khas Gunungkidul. Sayur lombok ijo artinya adalah cabe hijau. Kuah masakan ini memang terasa pedas dengan irisan cabe hijau rawit, kacang panjang, dan tempe rebus yang enak.
Sangat khas pedas manis. Biasanya disediakan saat ada hajatan besar dari suatu keluarga, seperti pernikahan dan khitan.
Nasi Tiwul
Nasi tiwul khas Gunungkidul ini terbuat dari gaplek. Itu adalah singkong yang sudah dikeringkan dan dikukus kembali. Setelah itu dicampur dengan nasi putih yang hangat.
Biasanya disajikan dengan ikan asin kering, sambal ijo, dan terong goreng. Kalau beruntung, bisa juga dinikmati dengan kerupuk puli yang kriuk-kriuk. Harganya hanya sekitar tujuh ribu rupiah saja.
Walang Goreng
Walang yang dalam bahasa Indonesia berarti belalang, sudah menjadi makanan sehari-hari bagi warga Gunung Kidul. Belalang yang merupakan hama bagi tanaman, dan salah satu penyebab dari gagal panennya para petani, ternyata hewan yang kaya akan protein.
Terlebih lagi, kandungan gizi yang terdapat dalam belalang ternyata tidak kalah dibandingkan dengan sumber protein lainnya, seperti daging sapi. Menurut sebagian besar orang yang sudah pernah merasakan belalang goreng, rasa belalang ternyata hampir mirip dengan rasa udang.