Bagi pemudik di masa-masa lebaran Idul Fitri, khususnya arah Pantai Utara Jawa (Pantura) arah Surabaya hingga Banyuwangi – Jawa Timur (Jatim) biasanya sudah tidaklah asing dengan jalur pesisir. Para pemudik biasanya mengarungi jalur ini sembari menikmati pemandangan pesisir pantai yang kadang terlihat di sisi sebelah kiri jalan. Tidak jarang, jalur menyusuri pesisir ini menjadi penyejuk mata para pemudik hingga menjadi tempat bersantai dan beristirahat sejenak di tengah letihnya perjalanan. Walhasil, sembari menemani para pemudik beristirahat cukup banyak pula bertebaran warung makan serta jajanan yang dibungkus pusat-pusat peristirahatan (rest area) sehingga bisa semakin menyamankan para pemudik.
Tidak hanya di jaman lebaran, jalur ini menjadi salah satu jalur utama transportasi darat dari mulai sepanjang Banten hingga Jatim. Apalagi sudah kadung terkenal jalur yang telah diusung sejak jaman kolonial, jalur Anyer sampai Panarukan. Tidak pula main-main, memang jalur inilah menjadi salah satu pusat berkembangnya ekonomi pesisir, tak terkecuali turut mengembangkan perekonomian pesisir Pantura, seperti Kabupaten Situbondo.
Sebagai daerah pesisir, tentu sudah banyak masyarakat tahu seperti apa pergerakan ekonomi kawasan di bagian utara Jawa ini. Yakni dengan potensi budidaya pertambakan udang hingga perikanan tangkap lautnya. Bagusnya, tidak hanya potensi perikanan yang disimpan kota pesisir yang dikenal akan panas mataharinya ini. Melainkan pula, wisata pesisir pantai hingga potensi pengembangan integrasinya dengan sektor perikanan.
Eksostisme Sunset Pantai Pathek
Menjadi area pesisir, tentu tak lepas dari jejeran pantai untuk dinikmati para wisatawan. Dan Situbondo pun menawarkan salah satu kemewahan pemandangan dengan spot-spot yang belum tentu bisa dibayangkan sebelumnya. Salah satunya adalah Pantai Pathek, Gelung Selatan, Kabupaten Situbondo. Pantai ini bisa disaksikan dari mata sejenak merupakan pantai pada umumnya, dengan spot jejeran pohon-pohon mangrove, pasir cokelat yang terlihat menonjol luasannya ketika air laut surut, hingga aktivitas masyarakat pesisir di sepanjang pantai.
Di kalangan wisatawan, terutama kawula muda yang sedang senang-senangnya mencari spot instagrammable, pantai ini menjadi salah satu tujuan utama. Apalagi bagi para muda-mudi lokal Kabupaten Situbondo yang bersantai sejenak menikmati keindahan pesisir utara Jawa. Pemandangan yang tersaji di pantai ini pun tidak melulu hanyalah deburan ombak, melainkan pula gerakan-gerakan harian para penghuni tetap pesisir, seperti kepiting, kerang, hingga udang pantai. Hal itu bisa jadi dibayangkan seorang wisatawan yang cukup terkesima dengan pemandangan pantai yang juga ramai dikunjungi burung-burung pesisir untuk mencari makan ikan-ikan di air laut sepanjang pantai. “Contohnya burung kuntul, sejenis burung berbulu putih bersih, yang berburu ikan di pesisir,” ucap Ricky, salah satu pendatang asal Surabaya yang kerap berwisata ke Pantai Pathek.
Tidak itu saja sajian alam di Pantai Pathek ini. Di sini wisatawan bisa menikmati aktivitas manusia yang hidup dari kegiatan di pesisir. Seperti, nelayan skala kecil dengan perahu sederhananya yang baru pulang menangkap ikan, penghobi mancing yang kadang memancing hingga ke tengah laut saat air surut, ataupun para pencari rumput laut yang mengumpulkan dan menjemur rumput laut di sepanjang pantai.
Pantai ini ternyata juga menyimpan potensi rumput laut dengan menjadi salah satu pusat menjamurnya rumput laut jenis Ulva sp. Rumput laut yang dikenal masyarakat lokal Situbondo sebagai ‘lumut laut’ ini menghampar hampir setiap hari ketika musimnya. Wisatawan yang ingin menyaksikan bagaimana para pencari rumput laut beraktivitas ini biasanya bisa dilakukan ketika musimnya di sekitar pertengahan tahun. Dan rumput laut inipun dimanfaatkan masyarakat sekitar Pathek, khususnya disisi pengolahan, sebagai bahan baku keripik rumput laut. Sering pula, wisatawan yang datang mengunjungi kawasan pantai ini turut ditemani kuliner ringan keripik Ulva sebagai penganan ringan hingga oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Namun, jika menghabiskan waktu sedikit lebih lama, khususnya menjelang matahari tenggelam, wisatawan akan menyaksikan eksotisme lebih dari pantai yang ketika surutnya, air laut bisa berjarak hingga lebih seratus meter dari daratan. Waktu-waktu di awal Agustus menjadi salah satu waktu tepat untuk menyaksikan eksotisme di pantai ini.
Salah seorang wisatawan yang terkesima pemandangan pantai ini adalah Cre, perempuan pendatang asal Semarang-Jawa Tengah yang sudah menetap di Situbondo sejak April lalu. “Saya orangnya suka jalan-jalan. Dan ketika tugas kerja di Situbondo, saya juga langsung gerak cepat cari spot-spot wisata di sini. Banyak yang merekomendasikan pantai ini, banyak yang sudah foto-foto di pantai ini. Mulanya pas saya ke sini, lihatnya biasa saja. Tapi ketika di waktu-waktu tertentu seperti sunset (matahari terbenam), pemandangannya memang lebih menawan,” ungkapnya.
Ketika teman-temannya datang berkunjung ke Situbondo, Cre pun tak pikir dua kali mengajak jalan-jalan ke pantai ini. “Pas banget di bulan-bulan ini pemandangan bagus. Mataharinya itu, bulatnya kelihatan,” ucapnya. Untuk mencari spot pas ketika matahari mulai tenggelam, Cre pun mengajak teman-temannya menyusuri pantai yang surut hingga agak ke tengah. Di perbatasan pantai dengan air laut biasanya ada beberapa perahu nelayan yang sengaja ditambatkan ketika nelayan selesai melaut. Perahu kecil dan tradisional ini, terang Cre, menjadi pemanis bagi wisatawan yang ingin mencari foto. “Apalagi bagi para pencari sunset seperti saya,” tambah Cre sembari tertawa.
Betul saja, ketika matahari sore mulai bergerak lebih miring ke barat, tanda akan segera tenggelam, wisatawan di pantai ini bisa cukup terbelalak. Bayangkan saja seperti seorang pelukis yang terkesima terhadap eksotisme seorang penari yang meliak liuk dengan gerakan memabukkan ombak laut, disertai warna mengilap matanya ketika diterjang sinar matahari, hingga gemerlap warna kulit eksotismenya di bawah sinar matahari senja.
Beberapa wisatawan yang berkunjung ke pantai pun segera menangkap momen ini. Tidak sedikit yang berswafoto ria sendiri atau bersama teman dan keluarga masing-masing, ada pula yang menjadi foto model bagi kamera rekan-rekan mereka. Cre yang menyaksikan momen matahari terbenam ini menangkap momen dengan memasang video model cepat atau time-lapse. Alasannya, biar bisa menangkap dan menikmati momen jatuhnya matahari ketika tenggelam. Apalagi momen sunset memang momen cukup cepat, golden moment, Cre beropini, ketika matahari tidak persis di ujung permukaan bumi, melainkan sedikit diatasnya. “Dimana ketika pantulan cahaya jingga mataharinya pas menjadikan pantulan di riakan air menjadi sangat indah,” ucapnya.
Tentu dia tidak main-main. Ketika air di pantai ini surut, ada ceruk-ceruk air laut yang menggenang, khususnya di kawasan yang banyak ditumbuhi padang lamun. Dan di sinilah, bagi Cre, menjadikan momen pantulan matahari itu begitu terasa saat difoto. “Makanya, tidak heran banyak dari kita-kita suka difoto ketika sunset, dengan latar matahari tenggelam, di sisinya dekat perahu nelayan, ditambahi pula dengan pantulan matahari di ceruk-ceruk air laut. Suka saja melihat hasil fotonya,” ungkap Cre beralasan.
Sensai Tersembunyi Grand Pathek
Di kawasan Pathek ini, ternyata tidak hanya disuguhi pemandangan Pantai Pathek. Memang garis pantainya yang memanjang menjadikan kawasan Pathek ini menjadi salah satu spot unggulan wisata pesisir di utara Situbondo. Jika wisatawan ingin berwisata kuliner atau makanan berat, wisatawan bisa menemukan warung-warung makan yang menyediakan seafood seperti ikan bakar, ke arah timur kawasan pantai. Dan jika ingin menikmati keindahan pantai yang masih dalam kawasan Pathek tapi dengan fasilitas hiburan lebih banyak untuk keluarga, wisatawan bisa menemukannya di Wisata Kampung Nelayan Grand Pathek.
Di pantai ini, sudah tersedia fasilitas antara lain warung makan, kolam renang untuk anak-anak, bangku-bangku santai, hingga perpustakaan apung yang dibangun di atas bagan apung. Walaupun menjangkaunya agak masuk ke gang pemukiman warga, wisatawan yang ingin bersantai dengan tambahan fasilitas-fasilitas tersebut bisa memanjakan diri di pantai ini. Khusus untuk perpustakaan apung karena letaknya di atas perairan laut, wisatawan yang ingin menikmati bacaan buku cukup menyeberang ke bagan apung dari pinggir pantai. “Kalau airnya pasang baru terasa sensasi apungnya, kalau lagi surut, serasa seperti perpustakaan biasa,” canda Cre ketika ia mengungkap pengalamannya berkunjung ke lokasi wisata ini. Alasannya, tambah Cre, karena kawasan ini termasuk kawasan Pathek yang memang ketika surut air lautnya cukup jauh dari pantai.
Hal lain yang spesial dari pantai ini, imbuh Cre, adalah lagi-lagi pemandangan sorenya. “Ya karena saya lagi-lagi sebagai pencari sunset ya. Jadi cocok,” kelakarnya. Dan ketika suatu sore Cre mengunjungi pantai yang dikenakan tarif untuk masuknya ini, sudah cukup banyak wisatawan yang duduk-duduk di bebatuan pembatas pantai. Para wisatawan ini, terlihat pula sedang mengamati arah barat, sama seperti Cre.
Pemandangan ajaibnya, lagi-lagi kata Cre, adalah di ujung sebelah barat pantai. Karena disitulah letak sensasi kampung nelayan yang menyatu dengan kemegahan senja. Dimana di sana merupakan perbatasan lokasi fasilitas pantai dengan ‘lahan parkir’ perahu nelayan. Latar belakang sunset disuguhi aktivitas nelayan yang acuh dan lebih peduli pada aktivitas keseharian mereka. Memperbaiki jaring, memperbaiki kerusakan perahu, duduk santai sambil membersihkan perahu mereka, hingga berjalan ke arah laut mempersiapkan diri menangkap ikan dari pinggir laut.
Kampung Kerapu
Disisi lain, bagi para penikmat kuliner hingga obyek wisata unik, arah barat menyusuri jalur Pantura bisa menjadi salah satu alternatif wisata. Salah satunya adalah Kampung Kerapu. Dimana konsep sederhananya, menonjolkan salah satu ikon perikanan unggulan Situbondo dengan konsep wisata. M Arief Nurullah, Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo mengungkap, ide dasarnya adalah pemerintah kabupaten (Pemkab) ingin menjaga dan menggenjot pemadu moda transportasi darat agar tetap sering berwisata ke Situbondo.
“Karena sekarang kan ada tol, banyaknya para pengguna jalur darat khususnya pemudik sudah beralih ke jalur itu. Padahal sebelum ada tol, banyak pemudik atau pengguna jalur Pantura itu berkunjung ke daerah pesisir Situbondo, seperti ke pantainya, ataupun ke arah sentra kulinernya. Nah untuk mengantisipasi itu, Pemkab pun mengembangkan berbagai ide, salah satunya dengan Kampung Kerapu ini. Kita dorong sektor perikanannya, dengan mengenalkan salah satu sentra perikanan kerapu di Situbondo. Disisi lain, dengan berbagai kerjasama berbagai stakeholders terkait, sektor wisata digenjot dengan membangun fasilitas Kampung Kerapu ini,” ujar Arief.
Fasilitas yang ditonjolkan Kampung Kerapu, yang paling utama adalah restorannya yang menyajikan kuliner seafood, khususnya berbahan baku kerapu. Selain itu, kawasan wisata ini juga menonjolkan fasilitas hiburan seperti air mancur dan berbagai wahana permainan air dengan waktu operasional pukul 10 pagi hingga pukul 10 malam. Tidak itu saja, untuk menarik minat wisatawan, khususnya anak-anak hingga pelajar dan keluarga ada terobosan yang ingin dilakukan berupa paket wisata berkunjung ke keramba-keramba jaring apung (KJA) di sekitar Kampung Kerapu. KJA ini merupakan sumber langsung penghasil kerapu budidaya yang dijual ke pasaran.
Dan bagi wisatawan yang berminat langsung wisata edukasi mengenai kegiatan budidaya kerapu nanti diharapkan bisa diajak berkeliling dengan perahu dan melihat langsung aktivitas budidaya kerapu. Seperti pemberian makan ikan, pemancingan ikan di sekitar KJA, hingga interaksi langsung dengan pembudidaya kerapu. Harapannya, selain bisa menarik wisatawan, juga bisa memberikan edukasi mengenai kekayaan alam laut Indonesia yang bisa dieksplorasi, baik melalui kegiatan wisata pesisir, maupun kegiatan perikanannya.